Ketika sedang asyik-asyiknya berselancar dalam tulisan tiba-tiba nada ringtone tanda sms masuk berbunyi...
“Teh, menurut teteh perempuan lanjut S2 gimana? Ada yang bilang, kuliah terus kapan nikahnya?”
Saya tersenyum. Sejenak berhenti melanjutkan jemari ini untuk menekan
huruf-huruf yang tertera di keyboard sambil mengalihkan jemari ke
handphone untuk membalas sms Echa tadi, “Haha... kenapa dipusingin?
Berapa banyak perempuan S2 juga nikah. Ada yang sambil, ada yang sebelum
dan ada yang sesudah S2. Semua it's ok aja...”
Tak lama
kemudian, sms balasan dari Echa kembali saya terima, “Iya juga ya teh,
hehe... Mohon doanya ya Teh insyaAllah tanggal 8 Mei aku ujian masuk S2
kenotariatan di UNDIP. Sekarang gak mau ambil pusing. Makasih Teteh...”,
diakhiri wajah senyum, Echa menyudahi pertanyaannya melalui sms, namun
saya kembali membalas sms nya...
“Menjadi muslimah yang berdaya
dan smart adalah HARUS! Dan menjadi muslimah yang manfaat dan taat pada
suami dan bakti bagi keluarga adalah WAJIB! Sukses.”
Perbincangan kami berakhir.
Perbincangan singkat saya melalui sms dengan Echa, menarik diri saya
untuk sedikit mengulas stigma yang sudah mengakar di masyarakat tentang
perempuan “Ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya ke
dapur juga."
Kadang lucu mendengar hal atau stigma semacam ini.
Padahal jelas-jelas dari berbagai sumber terutama sumber Islami banyak
yang mengatakan, adalah suatu kewajiban menuntut ilmu bagi setiap
muslim, tidak pandang gender! mau lelaki ataupun perempuan.
Salah satu hadis shahih yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah,
“Tholabul ‘ilmi faridhotun a’la kulli Muslimin”-- menuntut ilmu wajib
hukumnya bagi setiap muslim (laki-laki ataupun perempuan).
Tidak hanya hadis ini, dalam Al-Qur’an pun di katakan “Yarfaillahuladzi
na’amanu minkum walladzi na’utu ilma darajat...” (QS : Al-Mujadillah 11)
yang artinya, "Bahwa sesungguhnya Allah Swt. akan mengangkat
orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat. Belum lagi surah
Al-Alaq yang memerintahkan kepada semua umat untuk “Iqra”-- bacalah!.
Penjelasan ayat tersebut bukan hanya sekedar "baca" yang diartikan
secara harfiah saja, namun lebih daripada itu adalah bahwa sesungguhnya
setiap manusia dimuka bumi wajib untuk belajar memahami segala hal di
sekelilingnya. Intinya, disuruh belajar juga bukan?
Sudah
banyak literatur perintah yang menegaskan bahwa belajar itu merupakan
hukum wajib bagi siapa pun tanpa terkecuali. Bagi perempuan menuntut
ilmu adalah bagian yang juga tak kalah penting. Saya agak kurang setuju
jika tugas wanita hanya mengurus rumah tangga saja, tak usah belajar
tinggi-tinggi. Bisa dibayangkan jika seorang perempuan tidak cerdas dan
pandai, bagaimana generasi yang dilahirkannnya kelak?
Perempuan
yang cerdas dan pandai akan lebih banyak membawa manfaat, tidak hanya
bagi keluarganya namun juga bagi umat (sekitarnya).
Contoh
kecil saja, jika perempuan hanya terkungkung pada stigma-stigma yang
tidak memberdayakan, bagaimana kelak jika ia menikah dan mempunyai
seorang anak, kemudian ia tidak tahu bagaimana mendidik anaknya sesuai
dengan zamannya?
Bagaimana menyampaikan hal yang positif bagi
anaknya? Belum lagi bagaimana pula jika sang suami tiba-tiba di PHK,
meninggal atau terkena musibah lain yang membuat suami jadi tidak bias
produktif kembali?.
Jika perempuan tidak cerdas dan pandai maka
sudah dapat di bayangkan akan seperti apa keadaan keluarganya. Namun
jika si perempuan adalah seorang yang cerdas dan pandai, maka insyaAllah
ia akan menjadi pelengkap yang luar biasa bagi anak dan suami nya
kelak, bahkan dalam kondisi tidak baik sekalipun.
Saya cukup
mengerti, mungkin saja stigma lain yang juga berkembang di masyarakat
adalah, jika perempuan cerdas dan pintar akan careless terhadap rumah
tangga dan keluarganya.
Nah, inilah tantangan bagi para
perempuan, terutama muslimah, untuk bagaimana tetap bisa mempertanggung
jawabkan kodratnya. Tidak ada larangan untuk menuntut ilmu setinggi
mungkin dan merengkuh cita-cita bahkan impian sekalipun, namun yang
perlu diingat adalah tanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga
kelak jangan sampai terabaikan.
Contoh yang luar biasa adalah
sosok seorang Khadijah dan juga Aisyah. Dua orang wanita yang pintarnya
luar biasa. Khadijah seorang entrepreneur wanita yang sangat sukses,
namun tetap menyadari kodratnya sebagai seorang istri Muhammad dan juga
ibu bagi anak-anaknya.
Tidak kalah dengan Khadijah, sosok
Aisyah, yang dikatakan dalam salah satu buku "Ensiklopedi Leadership
& Manajemen Muhammad SAW : Edisi Membina Keluarga Harmonis ala
Rasulullah" bahwa kepintaran Aisyah sangat luar biasa. Bahkan ada salah
satu hadis mengatakan bahwa kepintaran Aisyah di ibaratkan dengan
gabungan kepintaran seluruh wanita di dunia.
Bisa dibayangkan
betapa pintarnya sosok Aisyah. Namun disisi lain betapapun pintarnya
Aisyah, ia tahu betul bagaimana kodratnya sebagai istri.
Kalau
soal jika nanti sekolah tinggi (S2) lalu kapan menikahnya, itu bukanlah
hal yang harus di perdebatkan terlebih di persoalkan. Menikah bisa
dilakukan sebelum melanjutkan studi, sambil atau bahkan sesudah. Itu
adalah pilihan.
Yang terpenting adalah, dan mesti ditekankan
bahwa segala sesuatu di barengi dengan konsekuensi. Ya, jika memilih
lanjut kuliah dulu, bisa saja. Toh bisa di barengi pula, siapa tahu
sambil kuliah bisa sambil dapet jodoh, ya kan? Atau juga bisa sambil
kuliah terus menikah, itu juga pilihan.
Jelasnya, keduanya bisa
dijalankan beriringan atau satu-satu dulu, semua itu pilihan. Niat yang
nggak boleh adalah menunda-nunda untuk menikah, itu yang sangat tidak
disarankan.
Jadi bagi para perempuan (muslimah) tidak usah ragu
dan khawatir lagi, dengan pilihan-pilihan apakah S2 atau nikah. Ingat,
menuntut ilmu itu wajib! meski tidak harus dilakukan dalam lingkungan
formal. S2 atau menikah, keduanya bisa dilakukan sejalan beriringan
ataupun satu-satu diselesaikan, semua bukan masalah.
Hanya
kadang hal ini menjadi masalah menurut keluarga kita atau bahkan
sekeliling kita. Namun begitu kita yang menentukan hidup kita mau dibawa
kemana bukan? So, pilihlah segalanya yang terbaik menurut Anda dan
sadarilah segalanya sudah satu paket dengan segala konsekuensinya. Be
responsible!
Dan ingat, setinggi apapun ilmu Anda duhai para
perempuan, Anda tetaplah seorang makmum bagi suami anda, jadi tetaplah
menjadi istri dan ibu yang bijak, baik serta pelengkap yang
menyempurnakan bagi suami dan anak-anak Anda kelak.
(Riri Artakusuma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar