Dalil yang jadi perdebatan:
”Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur
seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya,
melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuz)”[QS. Faathir]
Rasulullah shallallah ’alaihi wasallam bersabda:
”Barangsiapa yang mencintai agar Allah memperpanjang umurnya, dan
melapangkan rizkinya, maka hendaklah dia bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturahim”[HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan lain-lain]
1.Pendapat pertama(yang berpendapat umur manusia tidak dapat bertambah dan berkurang)
Mereka berdalil dengan:
”...tulislah amal perbuatannya, rizkinya,ajalnya dan keadaannya bahagia atau sengsara”[HR. Bukhari, Muslim]
”Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)”[QS.
Ar-Ra’ad:39]
”Makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena.
Allah berfirman kepadanya,’Tulislah!’ Pena bertanya, ”Wahai Rabbku, apa
yang hendak aku tulis?”Jawab Allah,’Tulislah taqdir segala makhluk”[HR.
Abu Daud, Baihaqi, Tirmidzi dan lain-lain]
2.Pendapat kedua (yang berpendapat umur manusia dapat bertambah dan berkurang)
Mereka berdalil dengan ayat-ayat Al-Qur’an, karena penghapusan dan
penetapan merupakan dua hal yang umum, meliputi umur, rizki, kebahagiaan
dan kesengsaraan atau selainnya.
Telah ditetapkan dari sejumlah
ulama salaf dari kalangan sahabat dan generasi sesudahnya, bahwa mereka
mengucapkan di dalam do’a-do’a mereka:
”Ya Allah, jika Engkau
mencatatku termasuk golongan orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah
aku ke dalam golongan mereka. Dan jika Engkau mencatatku termasuk
golongan orang-orang yang sengsara, maka hapuskanlah aku (dari golongan
mereka), dan tetapkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang bahagia”
Firman Allah:
”Sesudah itu ditentukan ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang
ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya)”[QS Al-An’aam:2]
Ayat ini menunjukan bahwa manusia memiliki dua ajal, yang mana Allah
menetapkan baginya dengan apa yang Dia kehendaki, baik berupa penambahan
maupun pengurangan. Dan menunjukan kepada makna ini juga, apa yang
diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim) dan
selainnya dari sejumlah sahabat, dari Nabi shallallah ’alaihi wasallam,
beliau bersabda:
”Bahwa silaturahim itu akan memperpanjang umur”
Firman Allah:
”Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan”[QS.
An-Naml:62]
Dan hadist-hadist yang mengandung perintah agar ber’do’a adalah mutawaatir, di dalamnya disebutkan:
”Sesungguhnya do’a itu akan mencegah datangnya bala’ dan menolak ketentuan Allah”
Hadist ini memiliki makna sama dengan sabda Nabi shallallah ’alaihi wasallam:
”Tidaklah menambah panjang umur melainkan amal kebaikan, dan tidaklah
menolak ketentuan buruk (yang Allah tentukan) melainkan do’a, dan
tidaklah seorang hamba terhalang dari rizki melainkan disebab dosa yang
diperbuatnya”[HR. Ahmad, Ibnu Hibban, An-Nasaa’i, Ath-Thahawi, al-Hakim,
Ibnu Mani’ dan lain-lain]
Sehingga apabila do’a itu tidak
bermanfaat sedikitpun dan manusia tidak memperoleh kecuali apa yang
telah digariskan baginya pada ketentuan taqdir terdahulu yang bersifat
azali, maka perintah Allah subhanallah wata’ala agar berdo’a dan
janji-Nya akan mengabulkan permohonan hamba-hamba-Nya yang ber’doa
menjadi sia-sia dan tanpa manfaat.
Demilkian pula permohonan
perlindungan Nabi shallallah ’alaihi wasallam kepada Allah dan
hadist-hadist yang telah ditetapkan secara mutawaatir yang mengandung
perintah berdo’a, dan bahwa ia adalah ibadah menjadi sia-sia belaka dan
tidak berguna.
Jika pandapat pertama beralasan dengan:
”Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya”[QS.
An-Nahl:61]
Penafsiran tersebut telah dijawab oleh sebagian ulama
salaf dan diikuti oleh ulama khalaf, bahwa ayat ini khusus berkaitan
dengan ajal ketika telah tiba waktunya, yakni tidak bisa maju atau
mundur ketika telah datang waktunya(menjelang kematian).
Dimungkinkan untuk menggabungkan makna antara ayat-ayat tersebut, dengan
membawa ayat-ayat yang semakna ini kepada makna tersebut, yakni apabila
ajal telah tiba maka tidak dapat dimajukan maupun ditangguhkan.
Dan selain keadaan ini, boleh saja Allah menundanya disebabkan doa atau
silaturahmi. Atau dengan berbuat kebajikan. Dan bisa juga ajal dimajukan
bagi setiap orang yang berbuat keburukan, atau memutuskan apa yang
Allah perintahkan kepadanya agar disambung, dan melanggar
larangan-larangan Allah subhanallah wata’ala.
Karena dalam
kekuasaan Allah-lah untuk menentukan segala sesuatu, dan juga menambah,
mengurangi serta menunda sesuatu, seperti yang dijelaskan dalam Qur’an
dan Sunnah.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar